Sabtu, 24 September 2011

Krisis Energi

Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran energi yang didorong pesatnya laju pertambahan penduduk dan pesatnya industrialisasi dunia, mengakibatkan tersedotnya cadangan energi, khususnya energi fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Pemulihan ekonomi global yang dimotori pertumbuhan ekonomi tinggi di Asia diiringi peningkatan permintaan energi untuk industri dan konsumsi, ternyata turut mendorong kenaikan harga energi dunia.


Proporsi minyak bumi sebagai sumber utama energi mencapai 40% dari total permintaan energi dunia, namun cadangannya terus berkurang. Pada tahun 2011 pertumbuhan permintaan minyak bumi dunia akan mencapai 1,7% sementara peningkatan produksi hanya mencapai 0,9%. Keadaan ini menyebabkan negara-negara termasuk Indonesia rentan terhadap risiko terjadinya krisis energi dunia.

Cadangan minyak bumi terbukti saat ini di Indonesia diperkirakan 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barel per tahun, sehingga diperkirakan cadangan minyak akan habis dalam waktu 18 tahun. Cadangan gas diperkirakan 170 TSCF (trilion standart cubic feed) sedangkan kapasitas produksi mencapai 8,35 BSCF (billion standart cubic feed). Cadangan batubara diperkirakan 57 miliar ton dengan kapasitas produksi 131,72 juta ton per tahun.

Untuk menyikapi ancaman krisis energi dimasa mendatang dan mengoptimalkan potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energi nasional antara lain melalui: pengembangan kebijakan energi yang bertumpu pada kebutuhan, menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat tata kelola sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

EBT merupakan pilihan efektif dalam jangka panjang untuk mengatasi ancaman krisis energi. Meskipun demikian, disadari bahwa pemanfaatan EBT di Indonesia masih belum optimal. Potensi EBT di Indonesia sendiri sangat tinggi, diantaranya terdapat potensi energi panas bumi yang mencakup 40% dari cadangan dunia (27 GW) tetapi baru dimanfaatkan sebesar 800 MW. Selain itu terdapat potensi energi terbarukan lainnya yang seperti energi surya dan energi hidro.

Dalam pengelolaan EBT, Indonesia juga harus mengejar ketertinggalannya di dalam penguasaan iptek dalam waktu yang relatif cepat melalui proses alih teknologi yang dapat dicapai dengan melakukan kerjasama strategis dengan mitra dari negara lain tanpa mengganggu kepentingan nasional. Untuk mempercepat proses penguasaan teknologi melalui pola kerjasama dengan mitra asing terutama melalui grants dan low-interest loans untuk membeli tekonologi sustainable energy, selain dengan mitra negara maju juga perlu dilakukan kerjasama teknik antar negara berkembang melalui pemanfaatan forum-forum internasional ataupun kerjasama bilateral antar negara sedang berkembang.

Minyak bumi, gas dan batubara masih akan terus mendominasi pemenuhan kebutuhan energi nasional. Kedepannya ketergantungan terhadap energi fosil harus diminimalisir. melalui optimalisasi pemanfaatan EBT secara bertahap. Mixing energy antara energi fosil dan EBT dapat dilakukan dengan didukung Infrastruktur energi yang memadai, mengingat ketidaksesuaian antara persebaran sumber energi dan konsumen di Indonesia. Untuk merealisasikannya dibutuhkan dari regulasi yang mendukung, riset dan teknologi, investasi, maupun perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih hemat dan bijak untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis energi dimasa mendatang.

Sumber :
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=6&l=id
Rabu, 22 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar